Senin, 20 Oktober 2014

Jatuh Bangun di Lubang yang Sama

Setelah aku mencoba menjauhi kisah persahabatan bersyarat yang pernah terjadi sebelumnya, kembali lagi kesalahan itu terulang. Hati mulai tergores lagi dengan rasa sakit dari sikap seseorang yang telah ku anggap sahabat.
Hampir tiga bulan aku mengenal dia. Meskipun sebenarnya dia teman satu kelas di kampus, tapi kami tidak terlalu sering berbicara sebelumnya, kecuali pada saat mengerjakan tugas kuliah. Namun, entah mengapa tiga bulan libur kuliah kami mulai dekat. Awalnya membahas sesuatu yang umum. Lama-kelamaan kami saling bercerita tentang masalah pribadi lewat pesan singkat. Semuanya menyenangkan dan tanpa kusadari telah kuanggap ia sebagai seorang teman dekat.
Sampai akhirnya jarak mulai terasa di antara kami. Aku merasa dia mulai menjauh dan tak sehangat dulu. Awalnya aku tak terganggu, tapi lama-kelamaan tergelitik juga rasa penasaranku. Waktu kutanya mengapa, dia menjawab bahwa dia ingin menjaga jarak denganku karena sebuah alasan yang menurutku terlalu konyol. Aku bahkan tertawa karenanya. Akhirnya ia berkata bahwa ia hanya ingin membagi masalahnya dengan orang tertentu. Seketika aku sadar.
Entah rasanya begitu menyakitkan. Orang yang selama ini menjadi seseorang yang kupercaya untuk berbagi kisah yang bersifat privasi, mendadak berubah menjadi makhluk menyebalkan. Seolah selama ini ia tak pernah menganggapku sebagai seorang sahabat, juga. Tapi ya sudahlah. Menyadari bahwa dia bukan orang yang seperti malaikat, aku pergi. Bukan hanya pergi begitu saja, namun penuh dengan amarah dan kekecewaan.
Memang tak ada ungkapan yang diucapkan bahwa kami adalah sahabat, bahkan surat berstempel pun tak ada. Namun, apakah pesan tersirat tak cukup membuktikan bahwa aku menganggapnya sebagai seorang sahabat?
Sebenarnya bukan hakku juga untuk marah atas perlakuannya. Hanya saja, dianggap sebagai tempat pereda kesepian adalah hal yang begitu menyakitkan. Pasalnya, tak pernah sekalipun aku menganggapnya begitu.
Ya sudahlah. Aku bisa apa?
Sampai saat ini, kami kembali seperti semula. Tak saling menyapa, baik di kampus maupun melalui pesan singkat. Mengobrol dengannya satu kata saja, sepertinya begitu membebani. Menyakitkan.
Ketika di hadapan semua orang, kecuali sahabat-sahabatku, aku berusaha tak terjadi apa-apa di antara kami. Namun sebenarnya, di balik senyum yang berusaha kubuat, masih tersimpan kekecewaan yang begitu mendalam dan tersisa di dalam hati dan itu menyesakkan. Kenyataannya, memaafkan memang mudah. Namun, goresan luka yang ditorehkan masih membekas dan sulit hilang.

Tidak ada komentar :

 
Header Background Designed by Freepik